SyarahKitab Arbain An-Nawawi (Hadits 27): Hindari Keresahan Hati Next Post Syarah Kitab Arbain An-Nawawi (Hadits 29): Menjaga Lisan. Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia Pusat mengadakan Program Standarisasi Da'i angkatan ke-14 yang dilakukan pada Kamis 28 Juli 31, 2022.
Misalnya merubah jumlah rakaat shalat lima waktu, memindahkan puasa Ramadhan ke bulan yang lain, atau melaksanakan ibadah haji di luar kota Mekkah. Untuk menyimak hadits arbain yang lain, silakan klik link berikut ini: One thought on "Arbain Nawawiyah 28: Setia Mengikuti Sunnah Rasulullah Saw." 1 Juni 2021 at 13:29 . Kitab Arbain
Perkataan"yang mencucurkan air mata" maksudnya seolah-olah nasihat itu bertindak sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengancam. Sabda Rasulullah, "Aku memberi wasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan mentaati" maksudnya kepada para pemegang kekuasaan.
HaditsArbain 28 - Mendengar dan Taat Kepada Penguasa merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba'in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi Rahimahullahu Ta'ala. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 26 Jumadil Akhir 1442 H / 09 Februari 2021 M.
C Komunikan dari Hadits ke-28 1. Abu Najih Al Irbadh bin Sariah radhiallahuanhu 2. Abu Daud 3. Turmuzi 4. Kita semua Abu Najih Al Irbadh bin Sariah sebagai komunikan dari Rasulullah, Abu Daud dan Turmuzi sebagai komunikan dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah, kita semua sebagai komunikan dari kesemuanya. D. Isi Kandungan hadits ke-28 1.
JbFmA. عَن أَبي نَجِيحٍ العربَاضِ بنِ سَاريَةَ رضي الله عنه قَالَ وَعَظَنا رَسُولُ اللهِ مَوعِظَةً وَجِلَت مِنهَا القُلُوبُ وَذَرَفَت مِنهَا العُيون. فَقُلْنَا يَارَسُولَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأَوصِنَا، قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عز وجل وَالسَّمعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلافَاً كَثِيرَاً؛ فَعَلَيكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المّهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فإنَّ كلّ مُحدثةٍ بدعة، وكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ. رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن صحيح Abu Najih Irbādh bin Sāriyah radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah pernah menasihati kami dengan sebuah nasihat yang menyebabkan hati bergetar dan air mata berlinang, lalu kami berujar, Wahai utusan Allah, seakan-akan ini adalah nasihat orang yang akan berpisah, maka berilah kami wasiat!’ Beliau bersabda, Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada penguasa meskipun kalian diperintah oleh seorang budak. Sesungguhnya siapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh sebab itu, wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunahku dan sunah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham kalian! Hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap bidah adalah sesat.’” HR. Abu Dawud dan Tirmizi, beliau berkata bahwa hadis ini hasan sahih.[1] Irbādh bin Sāriyah adalah seorang sahabat Rasul yang memiliki keistimewaan. Menurut riwayat lain hadis ini, Irbādh bin Sāriyah adalah salah seorang yang disebutkan dalam firman Allah, “وَّلَا عَلَى الَّذِيْنَ اِذَا مَآ اَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَآ اَجِدُ مَآ اَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ ۖتَوَلَّوْا وَّاَعْيُنُهُمْ تَفِيْضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا اَلَّا يَجِدُوْا مَا يُنْفِقُوْنَۗ Artinya “Tidak ada dosa pula bagi orang-orang yang ketika datang kepadamu Nabi Muhammad agar engkau menyediakan kendaraan kepada mereka, lalu engkau berkata, Aku tidak mendapatkan kendaraan untuk membawamu.’ Mereka pergi dengan bercucuran air mata karena sedih sebab tidak mendapatkan apa yang akan mereka infakkan untuk ikut berperang.” QS. Al-Taubah92 Suatu ketika beliau didatangi oleh sekelompok orang yang datang untuk menemui beliau dan menimba ilmu. Beliau pun lantas menceritakan hadis ini. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa nasihat ini disampaikan oleh Nabi seusai Salat Subuh.[2] Hadis ini berisi wejangan dari Baginda Nabi agar manusia bertakwa dan taat kepada pemimpin. Kedua hal ini akan mendatangkan maslahat dunia dan akhirat. Dalam hadis ini, nabi juga berpesan untuk berpegang teguh kepada ajarannya sebagai resep keselamatan dari penyimpangan dan kesesatan. Nasihat Rasulullah Rasulullah adalah seorang public speaker yang ulung. Bagaimana tidak? Beliau dikaruniai oleh Allah jawāmi’ al-kalim. Untaian kata yang ringkas namun berbobot dan sarat makna. Oleh sebab itu, Irbādh mendeskripsikan bahwa nasihat Rasulullah kala itu begitu menyentuh, menggetarkan hati, dan menjadikan air mata berlinang. Agar nasihat yang disampaikan dapat menyentuh dan tersampaikan dari hati ke hati, hendaknya beberapa hal berikut perlu diindahkan Niat yang ikhlas. Tujuan nasihat adalah mengajak orang lain untuk semakin dekat kepada Allah. Bukan karena ingin pujian, pengakuan, utang jasa orang yang dinasihati, dan sebagainya. Inilah kunci utama agar nasihat berkesan. Apa yang bertolak dari hati akan sampai ke hati. Kesesuaian tema pembahasan. Hendaknya nasihat yang diberikan berisi dan bertujuan untuk menyadarkan, mengingatkan, dan mengedukasi masyarakat kaum muslimin tentang maslahat dunia dan akhirat. Pemilihan kata yang sesuai. Allah berfirman, … وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَّهُمْ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَوْلًا ۢ بَلِيْغًا Artinya “… nasihatilah mereka, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.” QS. An-Nisa`63 Tidak berpanjang lebar dan bertele-tele. Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Jabir bin Samurah berkata, كُنْتُ أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْدًا . وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا “Dulu saya salat bersama Rasulullah. Salat beliau pertengahan tidak terlalu panjang, tidak pula terlalu singkat dan khotbah beliau pun pertengahan tidak terlalu panjang, tidak pula terlalu singkat.”[3] Dalam hadis lain beliau mengatakan, كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لَا يُطِيلُ الْمَوْعِظَةَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، إِنَّمَا هُنَّ كَلِمَاتٌ يَسِيرَاتٌ “Biasanya Rasulullah tidak berlama-lama menasihati pada Hari Jumat, hanya sekedar penyampaian singkat.”[4] Memilih waktu yang tepat. Nabi tidak menasihati setiap saat. Beliau mencari waktu yang tepat untuk menyampaikan wejangan. Demikianlah yang diamalkan oleh para sahabat. Abu Wā`il bercerita, كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُذَكِّرُنَا كُلَّ يَوْمِ خَمِيسٍ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّا نُحِبُّ حَدِيثَكَ وَنَشْتَهِيهِ وَلَوَدِدْنَا أَنَّكَ حَدَّثْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ فَقَالَ مَا يَمْنَعُنِي أَنْ أُحَدِّثَكُمْ إِلَّا كَرَاهِيَةُ أَنْ أُمِلَّكُمْ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي الْأَيَّامِ كَرَاهِيَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا “Abdullah [bin Mas’ud] menyampaikan nasihat untuk kami setiap Hari Kamis, lalu seseorang berkata padanya, Hai Abu Abdurrahman kunyah Abdullah bin Mas’ud, kami menyukai penyampaianmu. Kami ingin kau menyampaikan kepada kami setiap hari.’ Abdullah berkata, Tidak ada yang menghalangiku untuk menceritakan kepada kalian selain karena aku tidak ingin membuat kalian bosan. Rasulullah ﷺ mengatur penyampaian nasihat pada kami dalam beberapa hari karena tidak mau membuat kami bosan.’”[5] Hati Para Sahabat Hadis ini juga menggambarkan betapa lembutnya hati para sahabat. Mereka menangis, hati mereka bergetar disebabkan kedalaman ilmu yang mereka miliki, rasa takut kepada Allah yang tertancap kuat, serta keimanan dan pembenaran yang kokoh terhadap ucapan sang baginda. Semua itu adalah tanda bahwa terdapat kesalehan dalam hati mereka. Nasihat Takwa dan Keutamaannya Nabi memesankan ketakwaan kepada para sahabat. Takwa ialah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Inilah nasihat Allah kepada seluruh hamba-Nya yang telah berlalu dan yang akan datang. Allah berfirman, وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَاِيَّاكُمْ اَنِ اتَّقُوا اللّٰهَ ۗوَاِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَنِيًّا حَمِيْدًا Artinya “Sungguh, Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan juga kepadamu umat Islam agar bertakwa kepada Allah. Akan tetapi, jika kamu kufur, maka sesungguhnya hanya milik Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” QS. An-Nisa`131 Tunduk dan Patuh pada Penguasa Selama Bukan Kemaksiatan Ketundukan dan kepatuhan merupakan bagian dari hak seorang pemimpin yang wajib ditunaikan oleh rakyatnya. Hak ini telah termaktub dalam al-Qur’an. Allah berfirman, يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ Artinya “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nabi Muhammad serta ululamri pemegang kekuasaan di antara kamu.” QS. An-Nisa’59 Dalam ayat di atas, Allah menyebutkan ulul amri pemegang kekuasaan padahal ketaatan kepadanya sudah termasuk dari bagian ketaatan pada Allah dan rasul-Nya. Ini menunjukkan bahwa ketaatan terhadap ulul amri begitu penting untuk diperhatikan.[6] Kelalaian kaum muslimin menunaikan hak ini dapat menimbulkan kerusakan dan fitnah di antara kaum muslimin itu sendiri. Betapa pentingnya hal ini bahkan nabi pun memerintahkan untuk dengar dan taat walaupun yang memimpin adalah seorang budak. Ucapan ini disebutkan oleh nabi sebagai bentuk penekanan. Walaupun sebagian ulama ada yang memandang bahwa maksud dari ucapan ini adalah kabar dari sang baginda akan munculnya kerusakan dalam penerapan syariat hingga kekuasaan dipikul oleh orang yang bukan ahlinya. Meski demikian, ketaatan harus tetap diutamakan dalam rangka mengambil mudarat yang lebih ringan. Para sahabat pun senantiasa mengingatkan satu sama lain terkait permasalahan ini. Suwaid bin Ghaflah bercerita, أَخَذَ عُمَرُ بِيَدِي فَقَالَ يَا أَبَا أُمَيَّةَ إِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلَّنَا لَا نَلْتَقِي بَعْدَ يَوْمِنَا هَذَا، اِتَّقِ اَللَّهَ رَبَّك إِلَى يَوْمٍ تَلْقَاهُ كَأَنَّكَ تَرَاهُ وَأَطِعْ اَلْإِمَامَ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّعًا، إِنْ ضَرَبَكَ فَاصْبِرْ، وَإِنْ أَهَانَك فَاصْبِرْ، وَإِنْ أَمَرَكَ بِأَمْرٍ يُنْقِصُ دِينَكَ فَقُلْ طَاعَةُ دَمِي دُونَ دِينِي، وَلَا تُفَارِقْ اَلْجَمَاعَةَ “Umar memegang tangan saya seraya berkata, Wahai Abu Umayyah, saya tak tahu mungkin saja kita tidak bertemu lagi setelah hari ini. Bertakwalah kepada Tuhanmu hingga hari engkau berjumpa dengan-Nya seakan-akan engkau melihat-Nya. Taatilah pemimpin walaupun ia adalah hamba sahaya dari Habasyah terpotong kaki dan tangannya. Jika kamu dipukul maka sabarlah, jika engkau dihina bersabarlah, jika ia perintahkan suatu perkara yang dapat mengurangi agamamu maka katakanlah aku taat dengan darahku, tidak dengan agamaku, serta janganlah engkau meninggalkan jamaah.”[7] Munculnya Fitnah Akhir Zaman Nabi mengabarkan bahwa sepeninggal beliau akan muncul perselisihan dan perpecahan. Perpecahan ini terjadi disebabkan perbedaan landasan pokok beragama, furuk, perebutan kekuasaan dan sebagainya.[8] Pada saat hal itu terjadi, seorang muslim hendaknya mengamalkan isi wasiat Rasulullah di atas, عَلَيكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المّهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ “…wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunahku dan sunah para khulafaur rasyidin[9] yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham kalian! Hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan…!” Bidah Ibnu Rajab berkata, “Bidah yang dimaksud ialah segala perkara yang diada-adakan dalam syariat yang tidak memiliki dalil asal. Apabila perkara tersebut memiliki dalil asal maka bukan dikategorikan bidah dalam terminologi syariat walaupun masuk dalam kategori bidah dalam etimologi.”[10] Tambahan Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan tambahan sebagai berikut إِنِّي قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي مِنْكُمْ إِلَّا هَالِكٌ وَمَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا “Sungguh saya telah meninggalkan kalian dalam keadaan yang sangat jelas, malamnya sebagaimana siangnya. Tidak akan menyeleweng setelahku kecuali dia akan binasa. Barang siapa yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak…”[11] Footnote [1]HR. Abu Dawud 4607, Tirmizi 2676, Ibnu Majah 42, dan Ahmad 17416. [2] HR. Tirmizi 2676. [3] HR. Muslim 866. [4] HR. Abu Dawud 1071. [5] HR. Bukhari 68 dan Muslim 2821. [6] Lihat Al-Wāfiy Fi Syarh Al-Arba’īn An-Nawawiyah hal. 214. [7] Ushūl As-Sunnah karya Ibnu Zamanain 205. [8] Lihat Al-Hulal Al-Bahiyah karangan Dr. Masnhur Al-Shaq’ūb hal. 226. [9] Khulafaur rasyidin adalah Abu Bakar, Umar bin Al-Khattāb, Utsman bin Affān, dan Ali bin Abi Thālib radhiyallahu anhum. Rasyidin adalah bentuk jamak dari rasyid yang berarti mengetahu kebenaran dan mengamalkannya. Lawannya ialah Ghāwi yang berarti mengetahui kebenaran dan mengamalkan sebaliknya. Lihat Jāmi’ Al-Ulūm Wa Al-Hikam hal. 565. [10] Jāmi Al-Ulūm Wa Al-Hikam hal. 566. [11] HR. Ahmad 16519 dan Ibnu Majah 43. Tambahan ini diperselisihkan oleh para ulama. Banyak yang berpendapat bahwa lafaz ini mudraj. Lihat Jāmi’ Al-Ulūm Wa Al-Hikam hal. 553.
Hadits arbain ke 28 menjelaskan tentang nasihat rasulullah shalalahu alaihi wasalam kepada para sahabat untuk selalu menjalankan sunah dan bertaqwa kepada Allah subhanahu wata'ala, nasihat yang terkandung dalam hadit ini membuat hati para sahabat bergetar sampai-sampai para sahabat mengira bahwa ini adalah nasihat perpisahan, para sahabatpun meminta untuk di wasiati oleh rasulullah pada kala itu. Begitu antusiasnya para sahabat untuk meminta nasihat dan ilmu kepada rasulullah shalalahu alaihi wasalam, ini membuktikan bahwa para sahabat sangat bersungguh-sungguh dalam hal ketaqwaan, tidak boleh ada yang terlewatkan sampai-sampai semua sabda rasulullah di buku kan agar para penerus agama islam tidak kehilangan pengetahuan yang sangat penting, dan alhamdulillah sampai saatnya sekarang kita dapat mempelajarinya. Kitab Arbain An Nawawi Kepada teman-teman baca juga artikel hadits arbain ke 27 ya, yang membahas tentang perbedaan kebaikan dan dosa, semoga bermanfaat buat teman-teman, dan mudah-mudahan artikel yang ada di blog ini juga dapat bermanfaat untuk para pembaca yang kebetulan mampir ke blog ini, nah berikut ini adalah penjelasan tentang hadits arbain yang ke 27. HADITS ARBAIN KE 28 Hadits Arbain Ke 28 ARTINYA Dari abu najih al iryadi bin syariah radhiallahu anhu dia berkata Rasulullah shalalahu alaihi wasalam memberi kami nasihat yang membuat hatikami bergetar, dan membuat air mata kami berlinang, maka kami berkata wahai rasulullah seakan-akan ini nasihat perpisahan maka wasiatilah kami. Beliau Rasulullah berkata Aku wasiatkan kalian untuk bertaqwa kepada Allah Azzawajalla, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak maka sesungguhnya di antara kalian yang hidup setelah ini akan menyaksikan banyaknya perbedaan pendapat, maka hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan ajaran para khalifah-khalifah yang empat yang pada pintar, yang mendapatkan petunjuk, gigitlah Genggamlah dengan kuat dengan graham dan hendaklah kalian menghindari perkara yang di ada-adakan maka sesungguhnya semua perkara bid'ah itu adalah sesat, yang meriwayatkan hadits di atas yaitu abu daud dan tirmidzi di berkata hadits hasan shahih. PENJELASAN Dlam hadits di atas disebutkan bahwa para sahabat telah mendengan sabda dari rasulullah sampai sampai hati mereka bergetar dan membuat mereka menangis, nasihat yang diberikan rasulullah pada kala itu sangat dalam dan penuh makna, rasulullah bersabda untuk menyuruh mereka bertaqwa kepada Allah Azzawajalla, taqwa sendiri mengandung arti, taqwa adalah amal perbuatan yang melakukan ketaatan kepada Allah subhana huwata'ala atas perintah yang telah ditetapkan sebagai mana yang terkandung dalam Al Quran dan hadits. Seseorang belum bisa disebut bertaqwa jika dalam hidupnya masih melakukan perbuatan maksiat dan mempunyai sifat syirik, apalagi sampai tidak melaksanakan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam Al Quran dan hadits. Baca Juga Doa Setelah Sholat Patuhlan kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak, dalam sabda rasulullah ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin yang jujur dan adil tidaklah mesti dari golongan orang kaya atau keturunan dari seorang bangsawan, karena pada dasarnya semua manusia dilahirkan dalam keadaan yang sama. Banyaknya perbedaan pendapat dimasa sekarang ini sudah Rasulullah terangkan dalam sabdanya dulu, jika dipirkan berapa tahun dari jaman nya rasulullah ke jaman kita sekarang, tapi rasulullah sudah mengetahui apa yang akan terjadi, perbedaan pendapat sudah menjadi hal yang umum dijaman sekarang ini, perbedaan pendapat dalam hal agama bukan berarti tidak menghargai pendapat orang lain, rasulullah sudah menerangkan jika kita berada pada kehidupan yang begitu banyak sekali perbedaan pendapat maka kita harus berpegang teguh kepada ajaran rasulullah shalalahu alaihi wasalam dan ajaran para khalifah yang empat. Nah teman teman mungki dalam hadits arbain ke 28 ini hanya inisaja yang dapat saya jelaskan, silahkan share kepada teman-teman dan keluarga jika menurut kalian artikel tentang hadits arbain ini bermanfaat, jangan lupa subscribe juga blog ini ya untuk mendapatkan notifikasi tentang update terbaru dari kami.
hadits arbain ke 28